Selasa, 27 Desember 2011

Nama : Yulli Fidiah Wati
Npm : 31109149
Kelas : 3db21



Pada kesempatan ini saya akan membuat Data Flow diagram/dokumen dari usaha kecil menengah , yaitu saya akan mengambil dari bidang jasa cuci / LAUNDRY , kebetulan orangtua saya usaha dibidang LAUNDRY yang bernama BERLIAN LAUNDRY .

LAUNDRY ini menerima jasa cuci pakaian berupa celana,baju,jas,kebaya,boneka dan masih banyak lagi . untuk konsumen yang ingin menggunakan jasa LAUNDRY ini bisa datang langsung atau via telepon , saya akan menjelaskan alurnya setelah barang diterima oleh karyawan LAUNDRY , maka akan dicatat berapa barang dan jenis pakaian yang akan dicuci dan dicatat di kwitansi/bon , setelah diketahui konsumen akan menerima 1 lembar bon yang berwarna kuning dan 1 lembar bon berwarna putih untuk bagian LAUNDRY , pada LAUNDRY ini terdapat 2 lembar bon . kemudian bagian kasir akan menyerahkan pakaian konsumen ke bagian kuli cuci, setelah dicuci dan dijemur,kemudian barang diserahkan kebagian setrika pada jasa LAUNDRY ini bagian menyetrika mempunyai teknik-teknik khusus saat menyetrika agar tampak halus sehingga konsumen tidak kecewa,setelah disetrika diserahkan kepada bagian pengepakaan barang yaitu pakaian yang telah selesai dicuci dan disetrika , pakaian tersebut dibungkus dan diberi pewangi pakaian agar rapi dan wangi/harum , setelah selesai semua barang diberikan lagi kepada bagian kasir , jika konsumen datang untuk mengambilnya maka konsumen akan memberikan 1 lembar bon berwarna kuning kepada kasir , dan kasir akan memberikan kepada konsumen 1 lembar bon berwarna putih , untuk harga dan pembayaran bisa dilihat di bon tersebut dan dibayar pada kasir .

Berikut bon yang berwarna putih untuk bagian LAUNDRY :






Berikut bon berwarna kuning untuk konsumen :


Kemudian yang dibawah ini sebuah gambaran DFD nya (DATA FLOW DIAGRAM)



Sabtu, 08 Oktober 2011

warung roko menggunkan sisitem informasi akuntansi


Dalam tugas softskill kali ini saya akan menganalisa dan mengamati apakah warung roko menggunakan SIA (Sistem Informasi Akuntansi) sebelum saya menganalisa dan mengamati toko tersebut terlebih dahulu saya akan memberi sedikit pengertian dari SIA (Sistem Informasi Manajemen) Sistem Informasi Akuntansi. Sistem informasi pada dasarnya adalah sekelompok unsur, yang saling terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memproses data transaksi yang di butuhkan yang berfungsi bersama untuk mencapai suatu tujuan . Tujuan dibuatnya SIA adalah untuk mempermudah operasi bisnis setiap hari, mengelola data hariaan, dan menjadikan data mentah tersebut menjadi sebuah laporan keuangan. Data harian dibidang akuntansi memiliki traffic yang cukup tinggi, sehingga diperlukan sebuah sistem informasi untuk mengatasi hal tersebut. kemudian saya menganalisa dan mengamati sebuah warung yang sangat sederhana yang terletak di daerah Bekasi Timur lebih tepatnya lagi di Jln . Gandaria Selatan 1 no. 22 , kemudian saya melakukan perbincangan dengan pemiliki warung roko , yang kebetulan warung tersebut milik dia sendiri , saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemilik toko / pedagang toko , “awal mulanya warung ini berjalan bagaimana pak ?” jawabnya , “ yang pasti membutuhkan modal untuk memperoleh barang-barang yang akan di jual , kemudian saya bertanya lagi “Berapa keuntungan yang bapa peroleh dalam sehari dan seberapa banyak bapa melakukan transaksi ?” jawab nya “ oh tidak tentu tergantung dari banyaknya konsumen yang membeli di warung ini dikarenakan harga roko yang berbeda-beda dan untuk bertransaksi warung kami bertransaksi antara pedagang dengan penyetor , pedagang dengan agen , dan pedagang dengan konsumen , kemudian saya di perlihatkan daftar harga roko oleh bapa tersebut , bisa di lihat di bawah ini tetapi hanya sebagian saja :

Merk Roko

Harga dari agen /bngkus

Harga jual /bungkus

Harga ketengan

Neo mild

7500

8000

500

Gudang Garam

9500

10000

1000

Djarum Super

9500

10000

1000

Sampoerna

11000

11500

-

Marlboro

12000

-

Lanjut saya menanyakan “ bagaimana bapa menghitung pengeluaran dan pemasukan dalam sehari ? “ jawab pemilik kami menghitungnya masih menggunakan secara manual tidak secara modern karena toko kami hanya sederhana , dan kami belum memahami jika menggunakan komputer atau alat yang modern dikarenakan modalnya juga sangat besar . dan kami tidak menggunakan pembukuan . saya telah selesai mengamati warung roko tersebut , bisa saya simpulkan warung bapa tersebut sudah menggunakan SIA meskipun masih sederhana , dan sebagian besar warung roko yang sederhana masih menggunakan manual yaitu dengan menggunakan kalkulator dalam perhitungan sehari-hari . untuk perhitungan pengeluaran dan pemasukan apakah dalam sehari ini untung atau rugi mereka pun menggunakan kalkulator . mereka dapat mengetahui untung atau ruginya dengan melihat uang yg mereka simpan di laci atau di dalam kaleng setelah melakukan transaksi dalam sehari dengan para penyetor , agen , dan konsumen . warung ini melakukannya setelah warungnya tutup dengan menggunakan kalkulator , maka dari situlah mereka mengetahui seberapa banyak keuntungan atau rugi yang mereka terima dalam sehari .

Kamis, 19 Mei 2011

Pengertian Masyarakat Madani

Mayarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya.

Menurut para ahli :
1. Zbigniew Rew, masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
2. Han-Sung, masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
3. Kim Sun Hyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.
4. Thomas Paine, masyrakat madani adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan
5. Hegel, masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara,
Secara global bahwa dapat disimpulkan yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.
LATAR BELAKANG MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan "terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluraliseme)" , serta taqwa, jujur, dan taat hokum (Bandingkan dengan Masykuri Abdillah, 1999:4). Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, “diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn. Karena menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan".Terobosan pemikiran kembali konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam menuju masyarakat madani sangat diperlukan, karena "pendidikan sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia (Conference Book, London, 1978:16-17). Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka masalah yang perlu dicermati dalam pembahasan ini adalah bagaimanakah pendidikan Islam didisain menuju masyarakat madani Indonesia.
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Karakteristik 1
1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya
3. Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus,
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan
8. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
9. Sebagai advokasi bagi masyarakt yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan
10. Menjadi kelompok kepentingan atau kelompok penekan
Karakteristik 2
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
KRITERIA WARGA NEGARA YANG BERTANGGUNG JAWAB
kriteria warga negara yang bertanggung jawab yaitu kaitannya dengan UUD serta hak dan kewajiban warga negara .
Dalam suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, seperti NKRI, orang –oranga yang berada diwilayah suatu Negara dapat dibagi atas penduduk dan bukan penduduk.
Penduduk dapat pula dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Penduduk warga Negara
2. Penduduk bukan warga Negara yang disebut orang asing.
Dalam UUD 1945 pasal 26 dinyatakan bahwa yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan oleh undang-undang sebagai warganegara sedangkan syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan RI ditetapkan oleh UU. Adapun UU kewarganegaraan RI adalah UU no. 62 tahun 1958.
Selanjutnya dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 ditetapkan bahwa segala warga Negara sama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa ada pengecualian.
Bukan warga Negara yaitu orang yang berada disuatu Negara tetapi secara hukum tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan, namun tunduk pada pemerintahan dimana mereka berada. Contoh : kontraktor, duta besar, konsuler.
Sedangkan penjelasan umum UU no 62 tahun 1958 yang dimaksud dengan kewarganegaraan adalah segala jenis hubungan antara seseorang dan Negara yang mengakibatkan adanya kewajiban Negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan.
Hak , kewajiban dan tanggung jawab warganegara Indonesia
Setiap warga Negara RI memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan dikemudian hari.
Warga Negara yang baik sudah sewajarnya melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap hukum, Negara dan pemerintah.
Selain itu setiap warganegara Indonesia harus turut bertanggung jawab atas kemajuan dan kemunduran Negara dan bangsanya. Untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia, hendaknya tidak seorangpun warga negaranya boleh menghindarkan diri dari kewajiban dan tanggung jawab.
Rasa bertanggung jawab tidak akan dapat meresap dalam sanubari apabila pada diri kita tidak ada kesadaran bahwa kita adalah warga organisasi masyarakat yang bernama NKRI. Dan kesadaran bernegara itu akan hidup dinamis, jika kesadaran bahwa kita adalah anggota dari suatu kesatuan dan persatuan manusia yang disebut bangsa Indonesia.
Seorang warganegara mempunyai kesadaran bernegara dan kesadaran berbangsa jika ia mempunyai semangat kenegaraan, ia selalu menempatkan kepentingan Negara diatas segala kepentingan, juga diatas kepantingan golongan dan kepentingan sendiri. Ia merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan umum, tunduk dan taat kepada peraturan perundangan Negara (peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan mentri, UUD 1945 ketetapan MPR, UU) serta menjalankan kewajibannya terhadap negara Indonesia dengan setia dan jujur.
Berikut ini beberapa contoh hak warga Negara Indonesia :
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan huku
2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku
Sedangkan contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
Kesadaran bernegara dan kesadaran berbangsa merupakan kekuatan pokok bagi pengembangan dan pembangunan Negara menuju kepada suatu Negara yang makmur, material dan spiritual berdasarkan pancasila.
Dalam pembentukan kesadaran berbangsa dan bernegara ini perlu ditanamkan sejak dini pada para generasi penerus agar melalui pendidikan baik disekolah maupun dikeluarga agar mereka bisa lebih menghargai bangsa dan negaranya sendiri juga menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotism.
Suatu masyarakat Indonesia yang tertib, aman dan tentram serta adil dan makmur berdasarkan pancasila, hanya akan dapat dicapai jika kesadaran berbangsa dan bernegara ini tertanam pada setiap individu dan diterapkan dikehidupan berbangsa dan bernegara. Keseimbangan hak dan kewajiban warga Negara sangat diperlukan, setiap warga Negara tidak hanya menuntut hak yang dimiliki tetapi juga menjalankan kewajibannya sesuai UUd 1945.
Sebagai warga Negara maka ia memiliki hubungan timbal balik yang sederajat dengan negaranya. Dengan memiliki status sebagai warga Negara, maka orang memiliki hubungan hukum dengan Negara. Hubungan itu berwujud status, peran, hak dan kewajiban secara timbal balik. Warga Negara memiliki hak dan kewajiban terhadap Negara begitupun sebaliknya. Harus ada keseimbangan antara dua belah pihak.

PENGERTIAN SOFTSKILL
Soft skill merupakan bagian ketrampilan dari seseorang yang lebih bersifat pada “kehalusan” atau sensitifitas perasaan seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. Dikarenakan soft skill lebih mengarah kepada ketrampilan psikologis maka dampak yang diakibatkan lebih tidak kasat mata namun tetap bisa dirasakan. Akibat yang bisa dirasakan adalah perilaku sopan, disiplin, keteguhan hati, kemampuan kerja sama, membantu orang lain, dsb. Keabstrakan kondisi tersebut mengakibatkan soft skill tidak mampu dievaluasi secara tekstual karena indikator-indikator soft skill lebih mengarah pada proses eksistensi seseorang dalam kehidupannya. Pengembangan soft skill yang dimiliki oleh setiap orang tidak sama sehingga mengakibatkan tingkatan soft skill yang dimiliki oleh setiap orang juga tidak sama. Hal ini dikarenakan proses pengembangan soft skill berjalan linier dengan proses kehidupan seseorang. Proses pengembangan soft skill yang lebih berdimensi abstrak membuatnya tidak dapat dipelajari dalam institusi forma
Penerapan soft skill
Penerapan soft skill dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dalam banyak hal, salah satunya adalah dalam pekerjaan. Penerapannya dalam pekerjaan terdiri dari 2 ketrampilan penting yaitu ketrampilan mengelola manusia dan ketrampilan mengelola tugas atau pekerjaan. Ketrampilan mengelola tugas atau pekerjaan lebih berdimensi pada multi intelegensi manusia karena untuk menyelesaikan tugas manusia harus mengkombinasikan beberapa keahliannya. Sedangkan ketrampilan mengelola manusia lebih berdimensi secara psikologis, dimana seseorang harus mampu mengelola dirinya sendiri (self management) terlebih dahulu sebelum dapat mengelola manusia yang lain.
Kelebihan SoftSkill
Kelebihan dari mempelajari softskill yang pertama adalah kita dapat mengetahui cara-cara memposting tugas ke email dosen yang memberi kita tugas atau kita dapat posting di studentsite mahasiswa yang bersangkutan bisa juga di posting didalam blog mahasiswa yang bersangkutan.
Kedua kita dapat lebih mudah mengirim tugas kepada dosen yang bersangkutan tanpa mahasiswa harus bertemu dengan dosen mata pelajaran SoftSkill ini, karena kita dapat kapan saja mengumpulkan tugas tersebut ke email dosen, tapi dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh dosen.
Ketiga tulisan atau tugas yang telah mahasiswa buat kemudian di posting di dalam blog mahasiswa yang bersangkutan bisa dapat dilihat oleh orang lain yang sedang membuka blog mahasiswa ini dan kemudian orang lain bisa mengomentari dan member saran terhadap tulisan mahasisswa tersebut.
Kelemahan SoftSkill
Kelemahan dari mempelajari pelajaran SoftSkill ini adalah biasanya ada mahasiswa yang menjiplak karya seseorang yang di copy dari blog orang lain. Kemudian juga dosen tidak mengetahui mana tugas yang bener-bener di buta sendiri dari oleh mahasiswa yang bersangkutan atau mahasiswa hanya menjiplak karya orang.
Itulah sedikit dari klebihan dan kekurangan dalam mempelajari pelajaran SoftSkill.
Selanjutnya yaitu bagaimana cara kita memposting tugas / tulisan dalam mata-kuliah softskill.
Langkah – langkah :

• Terlebih dahulu buat blogg
• Kemudian posting tugas kita kedalam blogg
• Setelah kita posting , buka studentsite gunadarma (www.studentsite.gunadarma.ac.id)
• Masukkan username dan password , sebelum pastikan kita sudah terdaftar sebagai mahasiswa gunadarma dan sudah aktifasi account studentsite .
• Jika sudah login pilih pada menu layanan TUGAS(UG PORTOFOLIO)
• Kemudian isi add new teletak paling bawah
disitu terdapat title (judul) , URL (masukan URL pada blog yang telah kita posting) , mata kuliah (mata kuliah yang di softskill kan)
• Yang terkhir tinggal di SUBMIT
• Selesaii .

SUMBER : Kansil. C.S.T. 1990. Hidup berbangsa dan bernegara. Jakarta. Penerbit erlangga
Soetoprawira, koerniatmanto. 1994. Hukum kewarganegaraan dan kemigrasian Indonesia. Jakarta. Gramedia pustaka utama

Senin, 11 April 2011

Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Masyarakat

Pancasila sebagai kenyataan hidup dalam masyarakat

Ketika Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan bahwa Republik Indonesia yang akan diproklamasikan memerlukan Dasar Negara yang kokoh dan kemudian mendapat persetujuan para Pendiri Negara untuk menjadikan usulnya yang diberi nama Pancasila Dasar Negara itu, maka sejak itu bangsa Indonesia mempunyai satu landasan atau Weltanschauung yang membedakannya dari bangsa-bangsa yang lain di dunia.

Dalam perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya Pancasila telah berperan amat besar dan bahkan menentukan. Dampak utama Pancasila sebagai Dasar Negara RI adalah bahwa hingga sekarang Republik Indonesia masih tetap berdiri meskipun selama 55 tahun harus mengalami ancaman, tantangan dan gangguan yang bukan main banyaknya dan derajat bahayanya. Pancasila telah menjadi pusat berkumpul (rallying point) bagi berbagai pendapat yang berkembang di antara para pengikut Republik sehingga terjaga persatuan untuk menjamin keberhasilan perjuangan. Pancasila juga memberikan pedoman yang jelas untuk menetapkan arah perjuangan pada setiap saat, terutama apabila harus dihadapi ancaman yang gawat yang datang dari luar. Pancasila juga telah menimbulkan motivasi yang kuat sehingga para pengikut Republik terus menjalankan perjuangan sekalipun menghadapi tantangan dan kesukaran yang bukan main beratnya. Dengan begitu Pancasila menjadi Identitas bangsa Indonesia. Namun ada satu kekurangan penting yang terdapat pada Dasar Negara kita, yaitu bahwa Pancasila belum menjadi kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia.

Adalah amat aneh dan tragis bahwa Bung Karno sebagai pencetus Pancasila dalam menjalankan pemerintahannya malahan melanggar nilai-nilai Pancasila ketika menerapkan Demokrasi Terpimpin serta berbagai pengaturan politik dan ekonominya. Akibatnya adalah bahwa Bung Karno tidak berhasil menjadikan Pancasila sebagai kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia.

Kemudian dalam masa Orde Baru Presiden Soeharto memang dapat menggolkan diterimanya Eka Prasetya Panca Karsa dalam MPR, diikuti dengan penyelenggaraan Penataran Pancasila secara luas oleh BP7. Akan tetapi politik pemerintah yang memaksa semua organisasi politik menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, justru bertentangan dengan Pancasila yang seharusnya merupakan ideologi terbuka. Itu semua tidak menjadikan Pancasila kenyataan yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Justru Pancasila didiskreditkan karena namanya digunakan untuk menutupi perbuatan dan tindakan yang melanggar nilai-nilai Pancasila. Antara lain berakibat bahwa Demokrasi Pancasila menjadi ejekan dan buah tertawaan karena sama sekali tidak ada demokrasinya.

Meskipun Pancasila selama 55 tahun berdirinya Republik Indonesia telah disalahgunakan oleh banyak penguasa, namun bagian terbesar rakyat Indonesia tetap menganggap Pancasila sebagai Dasar Negaranya. Tanpa Pancasila tidak ada Republik Indonesia. Hanya sebagian kecil saja rakyat Indonesia yang tidak menghendaki Pancasila karena terpengaruh oleh gagasan-gagasan lain yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Oleh sebab itu menjadi kewajiban kita untuk mengatasi kelemahan yang masih ada dan secara sungguh-sungguh serta mantap mengusahakan agar Pancasila menjadi kenyataan hidup dalam masyarakat. Justru ketika bangsa Indonesia mengalami tahap surut yang demikian parah usaha itu amat penting. Sebab dalam keadaan begitu terbuka peluang bagi mereka yang tidak menghendaki Pancasila untuk memaksakan gagasan mereka menjadi landasan hidup bangsa Indonesia.

Kita harus mengusahakan agar dalam masyarakat Indonesia nilai Ketuhanan Yang Maha Esa makin kuat, karena itulah landasan spiritual dan moral bagi perjuangan. Dengan landasan demikian perjuangan kita akan lebih ulet dan tahan terhadap setiap tantangan. Untuk itu kehidupan beragama harus dilakukan lebih mendalam dan tidak hanya dipandang dari sudut ritual belaka. Sekarang ada kemajuan bahwa mesjid, gereja dan pura makin banyak dikunjungi warga masyarakat. Namun ternyata bahwa faktor kuantitas ini belum diimbangi dengan faktor kualitas yang memadai. Itu terbukti dari perilaku banyak anggota masyarakat yang jauh sekali dari nilai spiritual dan moral yang tinggi. Rendahnya mutu kendali diri umpamanya merupakan indikasi dari kurangnya kualitas spiritual bangsa.

Demikian pula nilai-nilai lain masih perlu sekali terwujud dalam kehidupan yang nyata. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab harus makin meningkatkan perwujudan Hak-Hak Azasi Manusia serta kepedulian sosial. Persatuan Indonesia harus memperlihatkan makin berkembangnya kesempatan bagi setiap daerah untuk mengatur dirinya dengan pelaksanaan otonomi yang luas; sebaliknya makin kuat persatuan antar-daerah dalam negara kesatuan Republik Indonesia sehingga tidak terjadi disintegrasi nasional. Kerakyatan atau Demokrasi sekarang memang sedang meningkat sejak Reformasi, termasuk kebebasan atau kemerdekaan pers. Namun yang terjadi malahan kebablasan yang merugikan masyarakat pada umumnya ketika perorangan atau golongan tertentu terlalu memanfaatkan kebebasan untuk kepentingannya sendiri. Keadilan Sosial masih sangat perlu diwujudkan, antara lain dalam bidang ekonomi melalui perwujudan kekuatan ekonomi rakyat yang meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Ini baru beberapa cuplikan dari hal-hal yang harus kita usahakan agar Pancasila menjadi kenyataan hidup dalam masyarakat.

Lawan dan Kendala yang kita hadapi

Usaha untuk menjadikan Pancasila kenyataan hidup bukannya tanpa tantangan atau gangguan. Dan itu datang dari dalam tubuh bangsa kita sendiri maupun dari luar. Seperti sudah dikatakan ada pihak-pihak yang mempunyai pandangan lain atau bahkan mempunyai kepentingan yang berbeda.

Dulu selalu dikatakan bahwa Pancasila menghadapi tantangan dari mereka yang ingin mendirikan satu negara Islam di Indonesia. Akan tetapi anggapan demikian sudah tidak benar. Sekarang kebanyakan pemimpin organisasi Islam menyatakan bahwa Pancasila yang harus menjadi Dasar Negara RI dan mereka setia kepadanya. Mereka tiba pada kesadaran itu melalui berbagai jalan dan bukan karena pemaksaan seperti yang dialami dalam masa Orde Baru.

Ada yang berpendapat bahwa Kitab Suci Al Quran tidak mengatakan harus ada Negara Islam. Yang harus diperjuangkan adalah agar nilai-nilai ajaran Islam dilaksanakan. Dan hal itu dapat dilakukan dalam negara berdasarkan Pancasila karena kebanyakan nilai ajaran Islam sama atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Ada yang lain yang tiba pada kesimpulan itu karena melihat bahwa Republik Indonesia meliputi banyak sekali suku bangsa dan tidak semua memeluk agama Islam. Oleh sebab itu untuk mempunyai satu negara yang kokoh kuat di segala bidang, maka sebaiknya Dasar Negara adalah Pancasila. Karena nilai-nilai Pancasila banyak persamaannya dengan ajaran Islam maka satu negara berdasarkan Pancasila dapat diterima sepenuhnya oleh umat Islam. Mungkin ada di antara umat Islam di Indonesia yang masih secara kolot hendak memperjuangkan satu negara Islam. Akan tetapi jumlah mereka amat sedikit dibandingkan dengan jumlah umat Islam Indonesia yang merupakan lebih dari 85 prosen penduduk Indonesia. Juga pemimpin mereka jauh lebih rendah kemampuannya serta kecil pengaruhnya dibandingkan dengan para pemimpin Islam yang menghendaki Pancasila sebagai Dasar Negara.

Yang lebih berat bagi perjuangan Pancasila adalah pandangan yang berasal dari dunia Barat dan diikuti oleh sejumlah warga negara Indonesia. Terutama sejak selesainya Perang Dingin antara blok Barat dan komunis, ada usaha pihak Barat dan khususnya Amerika Serikat untuk makin meluaskan pandangan hidupnya. Buku berjudul The End of History and the Last Man, karangan Francis Fukuyama merupakan salah satu indikasi dari gejala itu. Mereka mengatakan bahwa dengan diakhiri perlawanan blok komunis terhadap blok Barat yang memperjuangan liberalisme dan kapitalisme, tidak ada alasan bagi umat manusia dewasa ini untuk tidak mengikuti cara hidup dan pandangan dunia Barat. Katanya, sedangkan Russia sebagai bekas pusat blok komunis sekarang sepenuhnya menjalankan perubahan ke arah liberalisme dan kapitalisme, masakan bangsa lainnya tidak cukup sadar dan yakin akan manfaat pandangan itu. Oleh sebab itu politik luar negeri AS sekarang diwarnai oleh tekanan agar bangsa-bangsa yang tidak mengikuti pandangan itu merubah dirinya. Atau kalau tidak mau merubah dirinya harus siap untuk dirubah.

Samuel Huntington dari Universitas Harvard AS menulis buku berjudul The Clash of Civilizations. Pokok dari isi buku itu adalah pandangan bahwa perjuangan bagi dunia Barat setelah berakhirnya Perang Dingin adalah perbenturan peradaban antara Barat dengan Non-Barat, khususnya dunia Islam dan Asia Timur. Memang buku itu banyak disanggah oleh cendekiawan Barat, tetapi dalam kenyataan sekarang cukup terasa kebenarannya di masyarakat Barat. Apalagi karena manusia Barat pada umumnya bersifat agressif apabila mengejar kepentingannya.

Di tubuh bangsa Indonesia terdapat sejumlah orang, umumnya cendekiawan dan politikus, yang condong kepada pikiran Barat tersebut. Di antara mereka ada yang sejak 1945 sudah tidak setuju dengan Pancasila. Ada pula yang kemudian menjadi bersikap begitu karena hidup dan studi di dunia Barat atau banyak bersentuhan dengan dunia Barat. Andai kata mereka berdiri sendiri kita tidak perlu terlalu khawatir akan tantangan itu. Sebab jumlah mereka terbatas dan umumnya kurang mempunyai akar kepada masyarakat. Akan tetapi karena dari luar ada usaha kuat yang memang hendak mem-Baratkan seluruh umat manusia, maka tantangan yang kita hadapi tidak ringan. Pada umumnya keberhasilan mereka banyak ditentukan oleh kelemahan pihak kita sendiri berupa perbuatan-perbuatan yang mendiskreditkan Pancasila. Antara lain sistem politik yang diterapkan pemerintahan Presiden Soeharto yang dinamakan Demokrasi Pancasila sangat membantu mereka untuk menjelek-jelekkan Pancasila. Demikian pula luasnya Korupsi-Kolusi-Nepotisme di Indonesia yang timbul dalam sistem pemerintahan Soeharto yang menamakan diri pembela Pancasila. Dengan begitu mereka dapat mengatakan bahwa Pancasila hanya slogan dan omong kosong belaka. Sedangkan nilai-nilai Barat terbukti dalam kehidupan bangsa-bangsa Barat yang maju, demokratis, terjaga keadilan sosialnya dan HAM. Dapat kita lihat bahwa sekalipun mereka berjumlah sedikit, tetapi karena sejak Reformasi berlaku sangat agressif dan vokal, maka pengaruhnya kepada kaum muda cukup besar. Apalagi mereka kuasai bagian terbesar dari media massa karena mempunyai kekuatan dana yang tentu diperoleh dari bantuan luar negeri dengan memanfaatkan LSM.

Dilihat dari kenyataan sekarang maka perjuangan untuk menjadikan Pancasila kenyataan hidup bukan satu hal yang mudah dan ringan. Diperlukan sumberdaya manusia yang cakap dan ulet, organisasi, dana yang memadai serta kepemimpinan yang tepat.

Platform Perjuangan Tamansiswa

Perjuangan Tamansiswa sejak berdirinya di zaman penjajahan adalah didasarkan pada nilai kebangsaan dan kebudayaan atau kultural. Ki Hadjar Dewantara menyadari bahwa perjuangan kebangsaan harus bermuara pada kemerdekaan bangsa. Memperhatikan sifat kolonialisme Belanda maka disimpulkan bahwa perjuangan itu akan lama. Oleh sebab itu diperlukan banyak kader agar perjuangan tidak berhenti di tengah jalan. Ki Hadjar berpendapat bahwa karena alasan itu Tamansiswa harus menetapkan pendidikan sebagai jalan dan sarana utama bagi perannya dalam perjuangan kebangsaan itu. Maka Tamansiswa sejak permulaan melakukan kegiatan pendidikan yang bertujuan mendidik kader perjuangan kebangsaan.

Sikap Tamansiswa dalam menjalankan segenap usahanya tidak pernah lepas dari landasan kultural ke-Indonesiaan. Oleh sebab itu, meskipun Pancasila baru pada tahun 1945 dicetuskan oleh Bung Karno, namun pandangan Tamansiswa sejak semula tidak beda dari apa yang kemudian keluar sebagai usul Bung Karno. Tamansiswa juga menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Sebaliknya Tamansiswa sejak semula juga melawan liberalisme dan kapitalisme yang merupakan sumber kolonialisme dan imperialisme.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa Tamansiswa dan semua hasil didiknya akan sependapat bahwa Pancasila harus selalu dijaga kelestariannya sebagai Dasar Negara RI. Dan usaha untuk menjadikan Pancasila kenyataan hidup pasti sesuai dengan pandangan dan kepentingan Tamansiswa serta segenap keluarga besarnya. Menjadikan Pancasila sebagai kenyataan hidup tidak berarti bahwa kita menolak nilai-nilai yang berasal dari Barat tetapi mempunyai manfaat dan dampak yang sangat baik dan penting bagi bangsa Indonesia, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan satu contoh yang baik.

Oleh sebab itu pantas kiranya apabila Tamansiswa dalam Era Reformasi ini mempunyai satu platform perjuangan untuk dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi suksesnya Reformasi serta masa depan bangsa. Dan menentukan tema Pancasila sebagai kenyataan hidup dalam masyarakat sebagai platform perjuangan itu. Dengan demikian peran Tamansiswa dalam perjuangan bangsa Indonesia akan kembali nampak serta menonjol.

Sebenarnya sejarah Tamansiswa dalam perjuangan bangsa menunjukkan bahwa Tamansiswa sebagai organisasi paling tepat untuk menjadi pelopor dalam perjuangan menjadikan Pancasila kenyataan hidup. Seperti dikatakan semula nilai-nilai yang diperjuangkan Tamansiswa sejak semula adalah sama dengan yang terdapat dalam Pancasila. Karena itu kepeloporan Tamansiswa dalam hal ini akan amat besar pengaruhnya kepada perjuangan bangsa di masa depan.

kesimpulan
Sudah diuraikan betapa perjuangan bangsa Indonesia sekarang sedang menghadapi persoalan dan tantangan. Untuk masa depan yang cerah haruslah Pancasila tetap dijaga kelestariannya sebagai Dasar Negara RI. Sangat penting dalam usaha itu adalah kalau Pancasila menjadi kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia. Dengan begitu bangsa Indonesia akan mempunyai Identitas yang jelas, yaitu Pancasila.

Namun usaha itu bukannya tanpa tantangan dan rintangan serta gangguan yang bahkan datang dari luar negeri di samping dari dalam negeri. Sebab itu perjuangan itu memerlukan kepeloporan. Berdasarkan sejarahnya Tamansiswa adalah tepat sebagai pelopor perjuangan menegakkan Pancasila sebagai kenyataan hidup.

Yang kita harapkan adalah agar segenap warga Keluarga Besar Tamansiswa menerima ajakan ini sehingga menjadi satu gerakan yang kuat dan ulet menuju ke keberhasilan serta masa depan bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera lahir dan batin.

Kamis, 07 April 2011

Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia

Pancasila merupakan ideologi bangsa dan negara Indonesia. Pada pembahasan kali ini, kita akan berusaha mempelajari bagaimanakah peran Pancasila sebagai ideologi bangsa serta negara yang dapat memunculkan suatu interpretasi baru untuk tumbuh dan berkembang, membentuk peraturan intelektual bagi kehidupan masyarakat Indonesia, dan masih banyak lagi peran Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai awalan, banyak yang menyebutkan bahwa ideologi Pancasila dapat membuka jalan bagi lahirnya interpretasi baru dan hal ini benar adanya.

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa mereka yang melahirkan ideologi ini dulu secara jujur mengakui keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka untuk mampu memberikan pengertian dan analisa final yang dapat secara terus menerus. Mereka tampaknya mengakui bahwa visi mereka tak mampu menjangkau perkembangan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Dengan memberikan peluang tersebut, berarti mereka memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk memperbaiki atau menyempurnakannya, karena ideologi dituntut harus mempunyai fleksibilitas yaitu membuka dirinya untuk diinterpretasikan kembali dari waktu ke waktu sesuai dengan proses perkembangan dan kemajuan masyarakat.

Apa Itu Ideologi?
Secara etimologis, istilah ideologi berasal dari kata Yunani yaitu ‘idea’ yang berarti pemikiran, gagasan dan konsep keyakinan serta ‘logos’ yang berarti pengetahuan. Dengan demikian, konsep ideologi pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan tentang gagasan, konsep keyakinan atau pemikiran. Ideologi dapat dibedakan menjadi dua jenis:

Pertama, ideologi doktriner. Ideologi ini bersifat ketat dan mengandung ajaran-ajaran yang disusun secara jelas dan sistematis, serta diindoktrinasikan pada komunitasnya dengan pengawasan ketat dalam rangka pelaksanaan ideologi dan seringkali dimonopoli oleh rezim yang berkuasa. Dalam hal ini, berarti pemimpin suatu negara memiliki kendali penuh dan kekuasaan dalam pelaksanaan negara beserta ideologi yang dianut. Kedudukan pemimpin negara seolah berada di atas kedudukan ideologi dan sistem pemerintahan akan bersifat otoriter.

Kedua, ideologi pragmatis. Ideologi ini bersifat tidak ketat dan mengandung ajaran-ajaran yang tidak disusun secara rinci, tidak diindoktrinasikan, serta tidak memiliki pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya (Emile Durkheim dalam George Simpson, New York, Free Press, 1964.54).

Dalam pengertian lain, Alfian mendefinisikan ideologi sebagai akumulasi nilai-nilai yang dianggap baik dan benar tentang tujuan yang ingin dicapai masyarakat, sekaligus menjadi pedoman dan cita-cita pengatur perilaku masyarakat dalam berbagai kehidupan. Karenanya, ideologi berfungsi menjadi tujuan dan cita-cita bersama masyarakat, serta menjadi pedoman dan alat ukur perilaku dalam hubungannya dengan kebijakan negara serta sebagai pemersatu masyarakat karena menjadi prosedur penyelesaian konflik yang muncul dalam masyarakat tersebut. (Alfian, Idiologi, Idealisme dan Integrasi Nasional, Prisma, 8-8-1976).

Implikasi Logis Pancasila Sebagai Ideologi
Sejak dirumuskannya Pancasila sebagai ideologi bangsa, secara eksplisit maupun implisit Pancasila mengandung konsekuensi logis bagi seluruh organ-organ dan masyarakat yang hidup tumbuh berkembang dalam Negara Indonesia merdeka untuk menyandarkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat atas dasar Pancasila. Ideologi Pancasila juga memberikan sandaran bagi lalu lintas kehidupan umat manusia di Indonesia.

Suatu ideologi yang dibuat harus berorientasi pada kehidupan masyarakat, mengapa? Hal ini dikarenakan dalam setiap proses pergaulan, apalagi dalam terminologi bangsa yang plural dan heterogen seperti Indonesia haruslah dibutuhkan suatu ‘aturan main’ yang tentunya disepakati bersama untuk memberikan arahan agar setiap konflik pluralitas dan heterogenitas yang mungkin muncul akan dapat terminimalisir, serta bagaimana nilai-nilai dalam ideologi tersebut mengkonstruk struktur sosial yang mempunyai visi kebangsaan yang sama meski berawal dari keragaman (kepentingan). Namun demikian, bukan berarti kehidupan masyarakat semata-mata merupakan manifestasi ideologi. Sebab, selalu saja dialektika yang berkesinambungan antara ideologi dengan kenyataan kehidupan masyarakatnya akan menentukan kualitas dari ideologi tersebut.


Relasi Ideologi dengan Realitas Sosial
Setelah berbicara panjang lebar dan mengenali suatu ideologi, lantas apakah korelasi logis antara sebuah ideologi (dalam hal ini adalah Pancasila) dengan kenyataan kehidupan masyarakat? Sebuah ideologi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan lepas dari kenyataan hidup masyarakat, namun ideologi adalah sebuah produk atau hasil dari kebudayaan masyarakat. Dan karenanya, dalam artian tertentu merupakan manifestasi sosial dari keinginan luhur masyarakat. Artinya, perumusan suatu ideologi Pancasila seharusnya dimaknai dari adanya keinginan untuk mewujudkan suatu struktur dan konstruk masyarakat yang diidealisasikan sesuai dengan keadaannya.

Pada hakikatnya sebuah ideologi tidak lain merupakan sebuah refleksi manusia atas kemampuannya dalam mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa antara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terjadi sebuah hubungan dialektis yang menimbulkan kelangsungan pengaruh hubungan timbal balik yang terwujud dalam sebuah interaksi. Dengan demikian, ideologi mencerminkan cara berpikir dan bertata kehidupan masyarakat serta membentuk masyarakat menuju cita-cita yang telah diharapkan bersama sehingga ideologi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai pengetahuan teoritis saja, namun lebih merupakan sesuatu yang dihayati menjadi sebuah keyakinan.

Adakah Kritik Terhadap Pancasila Sebagai Sebuah Ideologi?
Dalam perjalanannya, Pancasila memang kerap kali mendapatkan kritik dari masyarakat dengan melayangkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperdebatkan ‘keabsahan’ Pancasila sebagai sebuah ideologi Indonesia. Seperti munculnya gagasan diberlakukannya federalisme dalam sistem kenegaraan Indonesia, fenomena munculnya kembali partai-partai politik, organisasi massa dan organisasi kepemudaan yang memakai asas di luar Pancasila dalam menjalankan aktivitas administrasi dan organisasinya. Berbagai bentuk penyelewengan atas Pancasila tidak harus dimaknai sebagai sebuah alasan untuk menggantikan ideologi suatu negara. Penyelewengan adalah bukti ketidakseriusan pengelola negara dalam menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itulah sebabnya, agar berbagai penyelewengan atas Pancasila dapat diminimalisir, maka sudah saatnya Pancasila didudukkan kembali menjadi ideologi terbuka yang harus terus menerus disempurnakan sehingga pada akhirnya selalu ‘up to date’ untuk menjawab persoalan yang timbul di negara Indonesia.

Kekuatan Pancasila Sebagai Sebuah Ideologi
Kekuatan ideologi Pancasila dapat diukur dari tiga dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi dan saling memperkuat. Ketiga dimensi tersebut adalah:

1. Dimensi Realitas, dimana sebuah ideologi mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup dalam masyarakatnya.

2. Dimensi Idealitas, dimana suatu ideologi harus mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi, suatu masyarakat akan mampu mengetahui ke mana mereka ingin membangun kehidupan bersama.

3. Dimensi Fleksibilitas, dimana sebuah ideologi harus memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran baru yang relevan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.

Berdasar pada ketiga dimensi tersebut, Pancasila jelas memenuhi standar realitas, idealitas dan fleksibilitas, karena dinamika internal yang terkandung dalam sifatnya sebagai ideologi terbuka. Secara ideal-konseptual, Pancasila adalah ideologi yang kuat, tangguh, kenyal dan bermutu tinggi. Dinamika internal yang terkandung dalam suatu ideologi biasanya mempermantap, mempermapan dan memperkuat relevansi ideologi tersebut dalam masyarakatnya.

Namun hal tersebut tetap bergantung pada kehadiran beberapa faktor di dalamnya yaitu: kualitas nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut; persepsi, sikap, dan tingkah laku masyarakat terhadapnya; kemampuan masyarakat dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan terhadap ideologinya; serta menyangkut seberapa jauh nilai-nilai yang terkandung di dalam ideologi tersebut membudaya dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan berbagai dimensinya.

Perjalanan Pancasila Sebagai Ideologi dari Masa ke Masa
Berawal dari sidang pleno BPUPKI pertama yang diadakan pada tanggal 28 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Ketika itu, dr. Radjiman Widyodiningrat dalam pidato pembukaannya selaku ketua BPUPKI mengajukan pertanyaan kepada seluruh anggota sidang mengenai dasar negara apa yang akan dibentuk untuk Indonesia. Pertanyaan ini menjadi persoalan paling dominan sepanjang 29 Mei-1 Juni 1945 dan memunculkan sejumlah pembicara yang mengajukan gagasan mereka mengenai dasar filosofis Indonesia.

Pada tanggal 1 Juni 1945, secara eksplisit Ir. Soekarno mengemukakan gagasannya mengenai dasar negara Indonesia dalam pidatonya yang berjudul “Lahirnya Pancasila”. Menurut Drs. Mohammad Hatta, pidato tersebut bersifat kompromis dan dapat meneduhkan pertentangan tajam antara pendapat yang mempertahankan Negara Islam dan mereka yang menghendaki dasar negara sekuler. Perdebatan tersebut pada akhirnya dimenangkan kelompok yang menginginkan Islam sebagai dasar negara, terbukti dengan dikeluarkannya Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.

Namun, dalam perkembangan selanjutnya, ternyata beberapa rumusan Piagam Jakarta diganti dan menimbulkan kekecewaan umat Islam terhadap pemerintahan Soekarno dan Mohammad Hatta dan terus berkembang hingga masa pemerintahan Soeharto, sampai-sampai Carol Gluck mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang terlalu banyak meributkan masalah ideologi dibandingkan negara-negara lain. Melihat pada perkembangan perumusan Pancasia sejak 1 Juni sampai 18 Agustus 1945, dapat diketahui bahwa Pancasila mengalami perkembangan fungsi. Pada tanggal 1 dan 22 Juni, Pancasila yang dirumuskan Panitia Sembilan dan disepakati oleh Sidang Pleno BPUPKI merupakan modus kompromi antara kelompok yang memperjuangkan dasar negara nasionalisme dan kelompok yang memperjuangkan dasar negara Islam. Akan tetapi, pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila yang dirumuskan kembali oleh PPKI berkembang menjadi kompromi antara kaum nasionalis, Islam dan Kristen-Katolik dalam hidup bernegara.

Pada era Orde Lama, dinamika perdebatan ideologi paling sering dibicarakan oleh kebanyakan orang. Tampak ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah bukan lagi merupakan kompromi atau titik temu bagi semua ideologi. Dikarenakan Pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata ideologis untuk melegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara atas Islam yang kemudian pada rentang tahun 1948-1962 terjadi pemberontakan Darul Islam terhadap pemerintah pusat. Setelah pemberontakan berhasil ditumpas, atas desakan AH Nasution, selaku Pangkostrad dan kepala staf AD, pada 5 Juli 1959 Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali pada UUD 1945 sebagai satu-satunya konstitusi legal Republik Indonesia dan pemerintahannya dinamai dengan Demokrasi Terpimpin.

Pada masa Demokrasi Terpimpin pun ternyata tidak semulus yang diharapkan. Periode labil ini justru telah membubarkan partai Islam terbesar, Masyumi, karena dianggap ikut andil dalam pemberontakan regional berideologi Islam. Bahkan, Soekarno membatasi kekuasaan partai politik yang ada serta mengusulkan agar rakyat menolak partai-partai politik karena mereka menentang konsep musyawarah dan mufakat yang terkandung dalam Pancasila. Soekarno juga menganjurkan sebuah konsep yang dikenal dengan NASAKOM yang berarti persatuan antara nasionalisme, agama dan komunisme. Kepentingan politis dan ideologis yang saling bertentangan menimbulkan struktur politik yang sangat labil sampai pada akhirnya melahirkan peristiwa G 30S/PKI yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.

Selanjutnya pada masa Orde Baru, Soeharto berusaha meyakinkan bahwa rezim baru adalah pewaris sah dan konstitusional dari presiden pertama. Soeharto mengambil Pancasila sebagai dasar negara dan ini merupakan cara yang paling tepat untuk melegitimasi kekuasaannya. Berbagai bentuk perdebatan ternyata tidak semakin membuat stabilitas negara berjalan dengan baik, tetapi justru struktur politik labil yang semakin mengedepan dikarenakan Soeharto seringkali mengulang pernyataan tegas bahwa perjuangan Orde Baru hanyalah untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen, yang berarti bahwa tidak boleh ada yang menafsirkan resmi tentang Pancasila kecuali dari pemerintah yang berkuasa.

Pada masa reformasi (setelah rezim Soeharto runtuh), seolah menandai adanya jaman baru bagi perkembangan perpolitikan nasional sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang dianggap menindas dengan konfrimitas ideologinya. Pada era ini timbul keingingan untuk membentuk masyarakat sipil yang demokratis dan berkeadilan sosial tanpa kooptasi penuh dari negara. Lepas kendalinya masyarakat seolah menjadi fenomena awal dari tragedi besar dan konflik berkepanjangan. Tampaknya era ini mengulang problem perdebatan ideologi yang terjadi pada masa Orde Lama, Orde Baru, yang berakhir dengan instabilitas politik dan perekonomian secara mendasar. Berbagai bentuk interpretasi monolitik selama ini cenderung mengaburkan dan menguburkan makna substansial Pancasila dan berakibat pada Pancasila yang menjadi sebuah mitos, selalu dipahami secara politis-ideologis untuk kepentingan kekuasaan serta nilai-nilai dasar Pancasila menjadi nilai yang distopia, bukan sekedar utopia.

Seperti Apakah Reaktualisasi Ideologi Pancasila?
Pancasila jika akan dihidupkan secara serius, maka setidaknya dapat menjadi etos yang mendorong dari belakang atau menarik dari depan akan perlunya aktualisasi maksimal setiap elemen bangsa. Hal tersebut bisas saja terwujud karena Pancasila itu sendiri memuat lima prinsip dasar di dalamnya, yaitu: Kesatuan/Persatuan, kebebasan, persamaan, kepribadian dan prestasi. Kelima prinsip inilah yang merupakan dasar paling sesuai bagi pembangunan sebuah masyarakat, bangsa dan personal-personal di dalamnya.

Menata sebuah negara itu membutuhkan suatu konsensus bersama sebagai alat lalu lintas kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa konsensus tersebut, masyarakat akan memberlakukan hidup bebas tanpa menghiraukan aturan main yang telah disepakati. Ketika Pancasila telah disepakati bersama sebagai sebuah konsensus, maka Pancasila berperan sebagai payung hukum dan tata nilai prinsipil dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Dan sebagai ideologi yang dikenal oleh masyarakat internasional, Pancasila juga mengalami tantangan-tantangan dari pihak luar/asing. Hal ini akan menentukan apakah Pancasila mampu bertahan sebagai ideologi atau berakhir seperti dalam perkiraan David P. Apter dalam pemikirannya “The End of Idiology”. Pancasila merupakan hasil galian dari nilai-nilai sejarah bangsa Indonesia sendiri dan berwujud lima butir mutiara kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu religius monotheis, humanis universal, nasionalis patriotis yang berkesatuan dalam keberagaman, demokrasi dalam musyawarah mufakat dan yang berkeadilan sosial.

Dengan demikian Pancasila bukanlah imitasi dari ideologi negara lain, tetapi mencerminkan nilai amanat penderitaan rakyat dan kejayaan leluhur bangsa. Keampuhan Pancasila sebagai ideologi tergantung pada kesadaran, pemahaman dan pengamalan para pendukungnya. Pancasila selayaknya tetap bertahan sebagai ideologi terbuka yang tidak bersifat doktriner ketat. Nilai dasarnya tetap dipertahankan, namun nilai praktisnya harus bersifat fleksibel. Ketahanan ideologi Pancasila harus menjadi bagian misi bangsa Indonesia dengan keterbukaannya tersebut.

Pada akhirnya, semoga seluruh bangsa dan negara Indonesia serta Pancasila sebagai ideologinya akan tetap bertahan dan tidak goyah meskipun dihantam badai globalisasi dan modernisme. Sebagai generasi penerus, marilah kita menjaga Indonesia dan Pancasila agar saling berdampingan dan tetap utuh hingga anak cucu kita nantinya sebagai penerus kelangsungan negara ini.
Sumber : http://klaussurinka.blogspot.com/2010/05/pancasila-sebagai-ideologi-bangsa-dan.html

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA, 1 JUNI 1945

Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang dinamakannya Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai.

Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno itu. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, HA Salim, Achmad Soebardjo dan Muhammad Yamin) yang bertugas : Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Demikianlah, lewat proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya Pancasila penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945.

Dalam kedudukan sebagai pemimpin bangsa, Bung Karno tidak pernah melepaskan kesempatan untuk tetap menyosialisasikan Pancasila. Lewat bebagai kesempatan, baik pidato, ceramah, kursus, dan kuliah umum, selalu dijelas-jelaskannya asal-usul dan perkembangan historis masyarakat dan bangsa Indonesia, situasi dan kondisi yang melingkupinya, serta pemikiran-pemikiran dan filosofi yang menjadi dasar dan latar belakang "lahirnya" Pancasila. Juga selalu diyakin-yakinkannya tentang benarnya Pancasila itu sebagai satu-satunya dasar yang bisa dijadikan landasan membangun Indonesia Raya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke, yang merdeka dan berdaulat penuh, demokratis, adil-makmur, rukun-bersatu, aman dan damai untuk selama-lamanya.

Meskipun telah menjadi dasar negara dan filsafat bangsa, pada sidang-sidang badan pembentuk Undang-Undang Dasar (Konstituante) yang berlangsung antara tahun 1957 sampai dengan 1959, Pancasila mendapat ujian yang cukup berat. Tapi berkat kuatnya dukungan sebagian besar rakyat Indonesia, lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Pancasila tetap tegak sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia.

Tetapi ternyata pihak neo-kolonialis dan pihak yang anti-Pancasila tidak tinggal diam. Setelah meletusnya G30S pada tahun 1965, tidak hanya Sukarno yang harus "diselesaikan" dan "dipendhem jero", bukan hanya Republik Proklamasi yang harus diberi warna dan diperlemah, tetapi juga roh bangsai yang bernama Pancasila itu harus secara halus dan pelan-pelan ditiadakan dari bumi Indonesia.

Dengan melalui segala cara dilakukanlah upaya untuk menghapuskan nama Sukarno dalam kaitannya dengan Pancasila. Misalnya, dinyatakan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai hari lahir Pancasila, bukan 1 Juni 1945. Demikian juga disebutkan, konsep utama Pancasila berasal dari Mr. Muh. Yamin, yang berpidato lebih dahulu dari Bung Karno.

Tetapi kebenaran tidak bisa ditutup-tutupi untuk selamanya. Ketika pemerintah Belanda menyerahkan dokumen-dokumen asli sidang BPUPKI, terbuktilah bahwa pidato Yamin tidak terdapat di dalamnya. Dengan demikian gugur pulalah teori bahwa Yamin adalah konseptor Pancasila. Maka polemik mengenai Pancasila pun berakhir dengan sendirinya.

Tapi sebagai akibat akumulatif dari polemik Pancasila itu, akhirnya orang menjadi skeptis terhadap Pancasila, kabur pemahaman dan pengertian-pengertiannya, dan menjadi tidak yakin lagi akan kebenarannya. Pancasila semakin hari semakin redup, semakin sayup, tak terdengar lagi gaung dan geloranya.

Apalagi bersamaan dengan kampanye "menghabisi" Bung Karno itu dipropagandakan tekad untuk melaksanakan Pancasila "secara murni dan konsekuen". Padahal di balik kampanye itu, sistem dan praktek-praktek yang dilaksanakan justru penuh ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekejaman, penindasan dan penginjak-injakan hak asasi manusia; penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme; penuh dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang anti-demokrasi dan a-nasional. Kesemuanya itu akhirnya membawa bangsa ini serba terpuruk dan mengalami krisis di segala bidang (krisis multidimensional) yang menyengsarakan rakyat dan mengancam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang sangat jauh dari cita-cita segenap bangsa Indonesia.

Yang menyedihkan, krisis itu menimbulkan kesimpulan, bahwa yang salah selama ini adalah dasar negara dan falsafah bangsa Pancasila, dan bukannya kesalahan pelaksana atau dalam pelaksanaannya.

Menyadari akan semuanya itu, maka dirasa sangat perlu untuk menyebarluaskan kembali Pancasila ajaran Bung Karno ke segenap lapisan masyarakat dan terutama generasi muda Indonesia, agar kita semua bisa memahaminya secara utuh, meyakini akan kebenarannya, dan siap untuk memperjuangkan dan melaksanakannya.

Untuk itu dalam himpunan ini, selain pidato Lahirnya Pancasila, juga disertakan ceramah, kursus atau kuliah umum yang pernah diberikan oleh Bung Karno dalam berbagai kesempatan. Misalnya kursus-kursus Pancasila yang berlangsung selama beberapa bulan di Jakarta, ceramah pada seminar Pancasila di Yogyakarta, dan pidato peringatan Pancasila di Jakarta.

Kami yakin, bahwa kehadiran sebuah buku yang berisi pidato "Lahirnya Pancasila" beserta rangkaian uraian yang menjelaskannya, yang berasal dari tangan pertama ini akan sangat diperlukan oleh segenap putera tanah air yang terus berusaha menjaga dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Semoga bermanfaat.

Ditulis di Jakarta, 11 Maret 2005, Penghimpun : Drs. Soewarno, melalui situs Yayasan Bung Karno di http://www.yayasanbungkarno.or.id

Jumat, 01 April 2011

KONDISI

import javax.swing.*;
class kondisi {
public static void main (String[] args){

int angka = Integer.parseInt(JOptionPane.showInputDialog("masukan angka :"));
int hitung = angka %2;
if(hitung == 0){

JOptionPane.showMessageDialog(null,angka+" adalah bil.Genap","Ganjil Genap",JOptionPane.INFORMATION_MESSAGE);
}
else{
}
JOptionPane.showMessageDialog(null,angka+" adalah bil Ganjil","Ganjil Genap",JOptionPane.INFORMATION_MESSAGE);
}
}

Senin, 28 Februari 2011

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan sekolah merupakan merupakan proses pendidikan yang diorganisasikan berdasarkan struktur hierarkis dan kronologis, dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, yang menawarkan berbagai macam program studi yang unun maupun program keterampilan khusus. Pendidikan Luar Sekolah merupakan proses pendidikan sepanjanghayat menuju suatu tujuan, melalaui pembinaan dan pngambangan siakap, keterampilan, dan pengetahuan bersadarkan pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada disuatu lingkungan (orang tua,teman,tetangga, masyarakat, museum, perpustakaan umum,dll)
Consept Mapping adalah istilah yang digunakan oleh novak dan Gowin tentang cara yang dapat digunakan dosen untuk membantu mahawiswa mengorganisasikan materi perkuliahan yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antar komponennya. Pakar-pakar instruksional lain menyebut concept mapping sebagai pattern noting diterjemahkan menjadi peta kognitif peta Peta kognitif juga dapat berfungsi menjadi peta visual yang menggambarkan berbagai cara untuk mengartrikan suatu konsep berdarakan proposisinya.
Dasar, Tujuan Dan Fungsi Dari Pendidikan Nasional.
Pendidilan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan Nasional berdasarkan Jenjang, Jalur, dan Jenis Pendidikan
Menurut Wikipedia, adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
1. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
3. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Jalur pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
1. Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap mesjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja.
Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya. Program - program PNF yaitu Keaksaraan fungsional (KF); Pendidikan Kesetaraan A, B, C; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); Magang; dan sebagainya Lembaga PNF yaitu PKBM, SKB, BPPNFI, dan lain sebagainya.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Jenis pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
1. Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).
2. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK).
3. Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
4. Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
5. Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
6. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.
7. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).
Kurikulum Program Pendidikan Nasional
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:
• kerangka dasar dan struktur kurikulum,
• beban belajar,
• kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
• kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
Pengelolaan Sistempendidikan Nasional
Dalam sebuah artikelnya, windows7blog menjelaskan, Definisi Pengelolaan Pendidikan menurut UU Pasal 50 secara umum adalah :
1. Pengelolaan sistem Pendidikan nasional merupakan tanggungjawab Menteri
2. Pemerintah menentukan kebijaksanaan, dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional
3. Pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional
4. Pemerintah Daerah propinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan, tenaga kependidikan dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah / kabupaten / kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah
5. Pemerintah kabupaten / kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal
6. Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya
7. Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Sejarah Pend. Kewiraan Menjadi Pend. Kewarganegaraan

Pendidikan Kewiraan lebih menekankan pada Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Adapun yang dimaksud dengan Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasai oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia, usaha bela negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Adapun wujud dari usaha bela negara yang dimaksud adalah kesiapan dan kerelaan dari setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan politik dari era otoriterian ke era demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan melalui mata kuliah Pendidikan Kewiraan dianggap sudah tidak relevan lagi dengan semangat reformasi dan demokratisasi, maka Pendidikan Kewiraan ditinggalkan karena beberapa alasan, antara lalin karena pola pembelajaran bersifat indoktrinatif dan monolitik, materi pembelajarannya sarat dengan kepentingan ideologi rezim (orde baru), kecuali itu juga mengabaikan dimensi efeksi dan psikomotor. Dengan demikian jelas sekali Pendidikan Kewiraan telah keluar dari semangat dan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan pendidikan demokrasi (Tim ICCE UIN, 2003: 3-4). Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menitikberatkan perhatian pada kemampuan penalaran ilmiah yang kognitif dan afektif tentang bela negara dalam rangka ketahanan nasional.
Dengan adanya penyempurnaan kurikulum pada tahun 2000, materi pendidikan kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga ditambah dengan pembahasan tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Kemudian sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan, yang menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/ Kep/2000, mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam susunan kurikulum inti Perguruan Tinggi di Indonesia.

Selasa, 22 Februari 2011

Sejarah Pendidikan Kewiraan Menjadi Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewiraan lebih menekankan pada Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Adapun yang dimaksud dengan Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasai oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia, usaha bela negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Adapun wujud dari usaha bela negara yang dimaksud adalah kesiapan dan kerelaan dari setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan politik dari era otoriterian ke era demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan melalui mata kuliah Pendidikan Kewiraan dianggap sudah tidak relevan lagi dengan semangat reformasi dan demokratisasi, maka Pendidikan Kewiraan ditinggalkan karena beberapa alasan, antara lalin karena pola pembelajaran bersifat indoktrinatif dan monolitik, materi pembelajarannya sarat dengan kepentingan ideologi rezim (orde baru), kecuali itu juga mengabaikan dimensi efeksi dan psikomotor. Dengan demikian jelas sekali Pendidikan Kewiraan telah keluar dari semangat dan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan pendidikan demokrasi (Tim ICCE UIN, 2003: 3-4). Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menitikberatkan perhatian pada kemampuan penalaran ilmiah yang kognitif dan afektif tentang bela negara dalam rangka ketahanan nasional.
Dengan adanya penyempurnaan kurikulum pada tahun 2000, materi pendidikan kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga ditambah dengan pembahasan tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Kemudian sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan, yang menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/ Kep/2000, mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam susunan kurikulum inti Perguruan Tinggi di Indonesia.

Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan

Dalam perkembangannya, Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perubahan-perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki isi dan tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Pada awalnya Pendidikan Kewarganegaraan muncul dengan istilah Pendidikan Kewiraan yang mulai berlaku pada tahun ajaran 1973/1974. Kemudian terus mengalami perubahan hingga berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan juga memiliki keterkaitan kurikulum dengan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Moral Pancasila dan cabang Pendidikan lainnya.
Pendidikan Kewarganegaraan sudah diajarkan pada tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas sejak tahun 1969 dengan sebutan kewargaan negara. Kemudian pada tahun 1975 sampai 1984 mengalami perubahan dengan nama Pendidikan Moral Pancasila. Pada tingkat Perguruan Tinggi berganti nama dengan istilah Pendidikan Kewiraan. Pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah berganti nama dengan nama PPKN. Hingga pada tahun 2003, semua tingkat pendidikan menggunakan nama dan kurikulum yang baru dengan sebutan Pendidikan Kewarganegaraan hingga sampai saat ini. ( UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS ).
Dalam perkembangan Kurikulumnya, Pendidikan Kewarganegaraan beberapa kali diperbaharui. Tahun 2001, materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan tambahan materi demokrasi, HAM, lingkungan hidup, bela negara, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Kemudian, Tahun 2002, Kep. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan dengan MKP, demokrasi, HAM, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dalam dunia Perguruan Tinggi. Hal ini ditetapkan pada Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/kep/2000 tanggal 10 Agustus, menentukan antara lain:
1.Mata Kuliah PKn serta PPBN merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari MPK.
2.MPK termasuk dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia.
3.ata Kuliah PKn adalah MK wajib untuk diikuti oleh setiap mahasiswa pada PT untuk program Diploma/Politeknik, dan Program Sarjana.

Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Pengertian pendidikan kewarganegaraan
Dalam UU No.2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39, ayat 2 dinyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Materi pokok dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Di Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diejawantahkan salah satunya melalui mata kuliah Pendidikan Kewiraan yang diimplementasikan sejak UU No.2/1989 diberlakukan sampai rezim orde baru runtuh.
Pendidikan Kewiraan lebih menekankan pada Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Adapun yang dimaksud dengan Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasai oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia, usaha bela negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Adapun wujud dari usaha bela negara yang dimaksud adalah kesiapan dan kerelaan dari setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
yang dimaksud dengan pendidikan sebagaimana terdapat dalam UU No.2/1989 tentang sistem pendidikan nasional, Bab I, ayat (7) adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan/ atau latihan bagi perannya di masa mendatang.
Kewarganegaraan berasal dari kata dasar ”warga”, berarti sekelompok orang yang menjadi anggota suatu negara. Warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara. Setelah mendapat awalan ke dan akhiran an menjadi Kewarganegaraan maka dia mempunyai arti kesadaran dan kecintaan serta berani membela bangsa dan negara. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan atau latihan dalam rangka mengembangkan atau menumbuhkan kesadaran, kecintaan, kesetiaan dan keberaniannya untuk berkorban demi membela bangsa dan negaranya.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan
Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
a. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan dan kemampuan dasara kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
b. Tujuan khusus
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara Republik Indonesia yang terdidik dan bertanggungjawab.
2. Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggungjawab yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.